Belajar Mengasihi dan Mengampuni

19.27 Memelisa 1 Comments




Sabtu kemarin tiba-tiba saya kembali teringat kepada seseorang yang pernah menyakiti saya. Kembali teringat akan semua yang pernah dikatakan dan dilakukannya kepada saya. Peristiwa itu bermula dari +/- 2 tahun yang lalu , dan kadang masih sering berlanjut hingga sekarang. 

Karena menurut saya ini sudah cukup mengganggu , maka saya cerita kepada kakak rohani saya yang saya anggap sudah lebih dewasa dalam menghadapi persoalan yang seperti ini. 

Memang tidak mudah rasanya berperang secara roh seperti ini, apalagi tidak didukung oleh lingkungan sekitar yang notabene seharusnya mereka berada di garda paling depan berperang bersama denganku.
Tapi yasudahlah , kalau kata kakak rohaniku ketika memang sudah dicoba berbagai cara tetapi tidak mempan juga maka memang sudah saatnya mengangkat tangan dan membiarkan tangan Tuhan yang mengajar dan menghajar. Biarkan kedaulatan Tuhan yang bekerja dalam kehidupan ku dan memampukanku untuk melewati badai ini.

Saya tau bahwa saya sedang merugikan diri saya sendiri karena masih belum bisa mengampuni. Namun di sisi lain , saya berusaha untuk berdoa agar Tuhan memampukan saya mengampuni , dan saya melepaskan berkat untuk seseorang tersebut. Hal ini bukan perkara mudah , tetapi tetap harus saya lakukan karena toh Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni saya dan kita semua melalui pengorbananNya diatas kayu salib padahal jelas-jelas saya tidak layak untuk diampuni karena dosa-dosa saya yang terlalu banyak.

Tapi kemudian saya tertegur dengan Kasih dan Pengorbanan dari Pribadi Tuhan kita yang luar biasa. Masih ingat dengan kisah Yudas Iskariot ? Salah satu murid Tuhan Yesus yang mengkhianati Tuhan dengan 30 keping perak hanya untuk kepentingannya sendiri . Yesus tahu akan hal itu bahkan sebelum Yudas melakukannya , tapi apa yang dilakukan Yesus ? Dia tetap baik kepada Yudas dan sama sekali tidak membencinya.

Loh kok bisa?????

Itu karena fokus Yesus berbeda dengan kita . Fokus Yesus adalah pada kekekalan , bukan pada peristiwa yang terlihat saat itu. Bahkan pada saat Yesus ditangkap , Yudas masih memberikan ciuman pada Yesus (Lukas 22-47-48), namun apakah Yesus marah ? tentu tidak. Dapat kita baca bahwa emosi-Nya tetap stabil. Padahal Yesus sangat berhak untuk marah atau setidaknya memukul Yudas saat itu. Tapi pengendalian diri Yesus sungguh sangat luar biasa, bahkan dia tetap berdoa kepada Allah agar mengampuni mereka yang menyalibkanNya (Lukas 23:34).

Kisah ini membuktikan bahwa Yesus dalam rupa kemanusiaan_nya juga pernah disakiti, dikhianati oleh orang terdekatNya. Dia tidak hanya asal mengajar tentang pentingnya pengampunan melalui perkataan tetapi juga memberikan teladan melalui pengorbananNya diatas kayu salib untuk mengampuni dosa manusia!

Dari kisah ini juga kita belajar bahwa semakin dekat relasi dengan seseorang maka semakin besar pula kesempatan kita untuk saling melukai. Dan dengan kesadaran inilah saya melatih diri agar hanya mengandalkan Tuhan sebagai satu-satunya sumber kepuasan, kebahagiaan dan pertolongan saya. Bukan bergantung pada manusia, karena ya tadi manusia sedekat apapun relasi kita , semuanya berkesempatan untuk melukai dan mengecewakan.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
(Matius 5: 39-45)


Ketujuh ayat di atas memang mudah untuk hanya dibaca, namun melakukannya? Duh… rasanya harga diri ini jadi tercabik-cabik, kan? Bukannya ingin kembali menjalin relasi yang telah berubah, kita justru memilih menghindar dengan alasan “masih memulihkan hati”. Hmm… healing takes time, sih. Tapi mungkin luka yang sedang “dipelihara” ini membuat kita menyadari “the unknown me” yang selama ini tidak kita kenali. Ternyata kita adalah manusia yang rapuh dan tidak berdaya untuk memulihkan luka ini sendirian, sehingga untuk mengampuni orang lain pun tidak sanggup. Meski demikian, Yesus menguatkan kita: ketika kita mengasihi dan mengampuni seseorang melebihi dari yang bisa dilakukan oleh yang bukan-orang-percaya, sebenarnya kita sedang menghadirkan citra Bapa bagi orang lain—khususnya yang telah melukai kita.

Lalu bagaimana agar kita bisa mengampuni musuh dan berdamai dengan mereka, seperti yang diperintahkan dan dilakukan Yesus?

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.
(Matius 5:46-48)


Menjadi serupa Kristus berarti memiliki prinsip hidup, cara hidup, dan pengambilan keputusan seperti Kristus. Yah, itulah panggilan hidup bagi setiap kita yang sudah mengakui Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi. Artinya, saat kita berani memaafkan orang-orang yang selama ini membenci maupun melukai kita, sebenarnya kita juga sedang mengerjakan panggilan kita dan bertumbuh dewasa menjadi pribadi yang berkarakter seperti Kristus. Walaupun prosesnya membutuhkan waktu yang tidak sebentar (bahkan bergalon-galon air mata), Roh Kudus juga menolong kita untuk memiliki kehidupan yang lebih sehat secara jiwa dan emosi.

Sebuah pengampunan hanya bisa diberikan ketika kita benar-benar mengenal identitas kita sebenarnya di hadapan Allah. Yaaa, kita adalah anak-anak Allah yang diterima-Nya dengan penuh anugerah melalui penebusan Kristus, dan dibebaskan dari penghakiman yang seharusnya kita terima. Kita juga adalah umat pilihan yang sudah dipersiapkan juga untuk suatu pekerjaan baik oleh Allah, dan kita tidak bisa dipisahkan dari kasih Allah. Sebagai orang percaya, kita juga dijadikan-Nya warga kerajaan Allah! Karena itu, kita harus menerima kebenaran ini sebagai suatu yang membebaskan dan mengingatkan kita untuk tidak menempatkan diri pada posisi yang “lebih benar”, “lebih baik”, ataupun “lebih berhak marah kepada mereka yang menyakiti” kita. Ini artinya kita juga harus mengikis ego diri sendiri; toh Bapa telah mengampuni kita—bahkan ketika kita masih berdosa!

Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya. Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun. Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.
(Lukas 6:47-49)


Salah satu buah dari pertobatan adalah pemberian pengampunan kepada orang lain. Jika demikian, pertanyaannya adalah… haruskah kita mengampuni semua orang—literally? Hmm… tentu kita memerlukan hikmat agar tidak salah dalam menyikapi hal ini. Walaupun rasanya pedih, kita harus mengimani dan mengamini bahwa kita tidak sendirian: ada Allah yang juga merasakan kepedihan itu! Dia juga memahami betapa sulitnya untuk tetap mengasihi orang-orang yang sudah melukai kita. Karena itu, kita perlu jujur kepada Allah tentang hal ini. Kerapuhan kita yang disebabkan oleh dosa membuat kita tidak berdaya untuk memberikan pengampunan dengan tulus kepada orang lain. Kiranya melalui keterbukaan dan penyerahan hati yang hancur ini, kita dimampukan-Nya untuk berkata, “Let my life reflect Your heart”, karena kita juga dipanggil untuk memancarkan hati Allah kepada orang-orang yang bahkan telah melukai kita sebagai sebuah bentuk ibadah yang sejati.

Semoga saya bisa menghidupi dan benar-benar mengampuni ......




1 komentar: